Monday, July 3, 2017

Pakai Rumus Ini Agar Dengarkan Musik Lewat Earphone Tak Bikin Tuli




Jakarta, Mendengarkan musik lewat earphone/ headset menjadi trend anak muda ini boleh boleh saja. Hanya saja, perhatikan volume suara agar tidak merusak telinga dan menyebabkan gangguan pendengaran serta ketulian.


Dikatakan dr Damayanti Soetjipto, SpTHT-KL, Ketua Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT), mendengarkan musik lewat earphone memang menjadi salah satu kebiasaan remaja dan dewasa muda zaman sekarang. Agar telinga tetap sehat, gunakan rumus 60 per 60.


"Jadi volumenya maksimal 60 untuk kiri dan kanan. Pilih juga earphone yang memiliki peredam kebisingan dan ingat, batas maksimal mendengarkan musik lewat earphone itu satu jam per hari," tutur dr Dama kepada wartawan, baru-baru ini.


Hindari juga menggunakan earphone untuk mendengarkan musik sebelum tidur. Melakukan hal ini bisa merusak sel rambut halus di dalam telinga yang berfungsi mengantarkan bunyi ke saraf pendengaran dan otak.


"Kalau tidur kan otak istirahat, tapi gendang telinga dan sel rambutnya terpapar suara keras terus-menerus dari earphone. Lama-lama nanti sel rambutnya bisa rontok dan akhirnya mengalami gangguan pendengaran," tandasnya lagi.


Menurut data WHO saat menganalisis kebiasaan mendengarkan musik orang berusia 12-35 tahun, hampir 50 persennya mendengarkan musik dengan volume yang melebihi ambang batas normal. Sebanyak 40 persen orang pun terpapar suara dengan volume yang berpotensi merusak telinga, terutama di tempat hiburan.


Dikutip dari Fox News, dr Sreekant Cherukuri dari University of Michigan School of Medicine Alumni Association menyarankan agar remaja yang mendengarkan musik tidak melebihi ambang suara 80 desibel per hari. Jika memang desibel tinggi, istirahatkan telinga terlebih dahulu.


"Lalu gunakan prinsip 60/60 yaitu dengarkan musik dengan volume maksimal 60 persen dan setiap mendengarkan musik selama 60 menit ambillah waktu istirahat selama beberapa menit," katanya.


Hindari juga menggunakan earphone untuk mendengarkan musik sebelum tidur. Melakukan hal ini bisa merusak sel rambut halus di dalam telinga yang berfungsi mengantarkan bunyi ke saraf pendengaran dan otak.

"Kalau tidur kan otak istirahat, tapi gendang telinga dan sel rambutnya terpapar suara keras terus-menerus dari earphone. Lama-lama nanti sel rambutnya bisa rontok dan akhirnya mengalami gangguan pendengaran," tandasnya lagi.

Menurut data WHO saat menganalisis kebiasaan mendengarkan musik orang berusia 12-35 tahun, hampir 50 persennya mendengarkan musik dengan volume yang melebihi ambang batas normal. Sebanyak 40 persen orang pun terpapar suara dengan volume yang berpotensi merusak telinga, terutama di tempat hiburan.

Dikutip dari Fox News, dr Sreekant Cherukuri dari University of Michigan School of Medicine Alumni Association menyarankan agar remaja yang mendengarkan musik tidak melebihi ambang suara 80 desibel per hari. Jika memang desibel tinggi, istirahatkan telinga terlebih dahulu.

"Lalu gunakan prinsip 60/60 yaitu dengarkan musik dengan volume maksimal 60 persen dan setiap mendengarkan musik selama 60 menit ambillah waktu istirahat selama beberapa menit," .


4 Gejala Anda Mengalami Gangguan Pendengaran dan ketulian :

Gangguan pendengaran pada diri manusia tidak akan muncul secara tiba - tiba. gangguan pendengaran umumnya terjadi secara bertahap (kemampuan mendengar akan turun secara perlahan) dan tidak diperhatikan ,maka kebanyakan orang tidak memperhatikan nya.


berikut beberapa gejala yang dapat diperhatikan bahwa kita mulai mengalami penurunan pendengaran :

1. Bayi

Pada bayi gangguan pendengaran bisa membuatnya menjadi kurang perhatian. Akibatnya bayi mengalami keterlambatan tumbuh kembang, sulit bicara dan sulit berkomunikasi.

Ciri-ciri bayi yang mengalami gangguan pendengaran adalah tidak terkejut ketika mendengar suara keras dan tidak merespons stimulasi suara yang diberikan orang tua.

2. Anak

Anak dengan pendengaran normal akan merespons panggilan dan kalimat dengan sesuai. Sebaliknya, anak dengan gangguan pendengaran tidak merespons panggilan dan perintah dengan baik.

Anak dengan gangguan pendengaran juga tidak memiliki perbendaharaan yang banyak dan sulit bicara.

3. Dewasa

Pasien gangguan pendengaran dan ketulian dewasa memiliki gejala yang sama seperti anak-anak dan remaja, namun dengan derajat yang lebih tinggi. Misalnya, baru bisa mendengar percakapan saat suara lawan bicara dikeraskan.

Seseorang yang memiliki gangguan pendengaran dan ketulian juga biasanya memiliki suara bicara yang keras.


4. Lansia (Lanjut Usia)

Lansia yang mengalami gangguan pendengaran biasanya sudah berusia lanjut dan memiliki masalah pendengaran bertahun-tahun. Ciri utamanya adalah mengeluh telinga sakit ketika diajak berbicara dengan suara keras.

No comments:

Post a Comment